Wednesday, December 1, 2010

Perlukah meributkan ke-Istimewaan Yogyakarta?

Bermula dari sambutan pada sebuah rapat, lalu bergulir menjadi bola panas dan liar. Tanggapan and reaksi beraneka rupa dengan sejuta argumen saling terjang menerjang.

Memang, saya secara pribadi tidak tahu persis tentang apa dan bagaimana sebetulnya keistimewaan Yogyakarta itu. Sejak kapan dimulainya menjadi istimewa, apa yang paling menjadikannya istimewa di banding daerah lain. Ada daerah lain yang juga disebut istimewa seperti DI NAD misalnya. Atau daerah lain kalau masih ada. Tapi dalam hal ini saya fokus bicara tentang Yogyakarta saja, karena itu yang sedang trend.

Yang saya tahu, Yogyakarta sudah sejak saya lahir ya seperti itu. Gubernur yang menjabat adalah sekaligus sebagai Penguasa Keraton Yogyakarta yang adalah Sultan HB. Sejauh yang saya tahu pula, belum pernah ada masalah tentang kedudukan beliau itu di kedua posisi yang di sandangnya sekaligus. Masalah disini misalnya, demo rakyat yang tidak puas dengan hasil pilkada, demo tentang korupsi gubernur dan sebagainya. Alias sejauh ini di Yogyakarta relatif aman-aman saja. 

Nah kalau sekarang ada wacana dari pemerintah untuk membuat supaya gubernur di Yogya itu adalah hasil dari pemilukada, hanya supaya sesuai dengan undang-undang, itu sebenernya MOTIF nya apa? Alasannya adalah soal demokrasi. Apa yang sesuai undang-undang itu pasti selalu demokratis ? Apa yang tidak ada di undang-undang itu otomatis tidak demokratis ? Sebetulnya, yang di inginkan adalah prosesnya atau hasilnya ? Ibarat orang menikah, apakah ingin melihat pestanya meriah atau ingin melihat pengantinnya bahagia?

Bagi saya pribadi, saya tidak peduli pemimpin saya datang darimana. Apakah jatuh dari langit atau muncul dari dalam bumi. Sepanjang dia bisa memimpin dengan BIJAK, bersikap JUJUR, berlaku AMANAH dan memperhatikan nasib RAKYATnya, maka sabda pandita ratu, pasti saya ikuti. Dan saya yakin, itu pula yang lebih di butuhkan oleh sebagian besar rakyat Indonesia ini. Kenapa saya sebut sebagian besar ? kenapa tidak seluruhnya? Karena saya tahu persis, memang ada sebagian kecil yang seneng dengan 'pesta meriah'. Golongan orang2 yang hanya memikirkan kepentingannya sendiri.

Jadi dari logika saya. Buat apa ngutak-atik barang yang masih tertata rapi ? Apakah benar sudah tidak pekerjaan lain yang lebih penting dari sekedar formalitas? Ya pemilukada itu khan sekedar formalitas. Emang siapa yang bisa menjamin kalau pelaksanaannya itu benar2 demokratis ? Mbelgedes. Buktinya banyak balon yang menggugat ke MK. 

Mbo ya di pikirkan, bahwa pemilukada itu biayanya juga tidak sedikit. Apa tidak lebih baik biayanya dialokasikan ke hal lain? Biaya pemilukada di Yogya lebih baik untuk restrukturisasi lahan bekas bencana. Membantu para korban, dsb. Haqul yakin, rakyat Yogya pasti lebih memilih opsi ini.

Kalaupun Yogya tidak butuh, daerah lain khan masih banyak yang butuh dana. Mentawai, Wasior. Dll. Jangan bilang ya kalau dana pemilukada itu sudah di anggarkan di APBN. Dana bencana juga sudah dianggarkan, toh tidak mampu mengganti semua kerugian rakyat yang menderita karena bencana. Bahkan dengan semua sumbangan suka rela dari rakyat pun, para korban bencana masih kesulitan untuk hidup normal kembali.

Jadi, mbo ya sudahlah, yang sudah baik-baik biarkan saja berjalan. Urus yang lain yang memang masih sangat butuh perhatian. Duit di hambur2kan, giliran tekor rakyat jelata juga yang harus nanggung. Kalau sudah tidak mau mendengarkan rakyatmu, apa bisa menjadi penguasa tanpa rakyat?

Ini adalah opini pribadi penulis. Kalau ada yang setuju ya syukur kalau tidak setuju ya karepmu. Saya tidak mencari pembenaran apalagi pengikut. Tidak minat babar blas jadi politikus atau public figure.

No comments: